BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an
merupakan sumber keagamaan utama umat Islam yang memberikan petunjuk kepada
umat Islam agar menjadi insan yang shaleh dengan kesadaran religius yang tinggi
serta memiliki keyakinan yang benar dan murni tentang Tuhan. Al-Qur’an juga
membimbing manusia cara yang layak bagaimana berhubungan dengan Tuhan. Dengan
demikian para Ulama menciptakan dan mengembangkan sebuah ilmu teologi Islam
yang kemudian dikenal dengan ilmu kalam.
Sebagaimana
ilmu-ilmu yang lain, ilmu kalam juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan
dari waktu ke waktu. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam tersebut akan
dibahas di dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
timbulnya ilmu kalam?
2.
Apa sebab-sebab
timbulnya ilmu kalam?
3.
Bagaiman pertumbuhan
dan perkembangan ilmu kalam?
4.
Perbedaan pendapat yang mengiringi pertumbuhan dan perkembangan ilmu
kalam?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
timbulnya ilmu kalam
2. Agar
mengetahui sebab-sebab timbulnya ilmu kalam
3. Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam
4. Mengetahui adanya perbedaan pendapat yang mengiringi
pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Timbulnya
Ilmu Kalam
Pada masa pemerintahan Abassiyah, dimana banyak orang
membicarakan tentang akidah yang bermacam-macam, yang tidak tedapat pada masa Nabi ataupun pada masa
permulaan sahabat
Nabi, sehingga hal itu
mnimbulkan banyak permasalahan dan pembahasan yang pada akhirnya melahirkan
ilmu baru yang dinamakan ilmu kalam. Ilmu kalam dikenal sebagai ilmu
keislaman yang berdiri sendiri, yakni pada masa Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M)
dari Bani Abassiyah. Adapun ilmu ini dinamakan ilmu kalam disebabkan antara
lain :
1. Persoalan yang terpenting
yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan Hijriah ialah apakah kalam Allah
(Al-Qur’an) itu qadim atau hadis. Karena itu, keseluruhan ilmu kalam ini dinamai
dengan salah satu bagian yang terpenting.
2. Dasar ilmu kalam ialah
dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil pikiran yang tampak jelas dalam
pembicaraan para Mutakalimin. Mereka jarang mempergunakan dalil naqli
(Al-Qur’an dan Hadis), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan
terlebih dahulu berdasarkan dalil-dalil pikiran. 1
2.2 Sebab-Sebab Timbulnya Ilmu Kalam
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya ilmu kalam. Diantaranya berasal dari dalam sendiri dan juga sebab-sebab yang berasal dari luar.
Adapun
sebab-sebab dari dalam sendiri adalah :
1.
|
Demikianlah cara yang dipergunakan untuk menarik orang-orang yang
masih belum menerima akidah tauhid. Dan setiap kali timbul keingkaraan serta
kemusyrikan model baru, di kalanan kaum muslimin juga menggunakan cara yang baru pula dalam
menghadapi mereka.
- Ketika mendekati berakhirnya masa pertama, yaitu masa keimanan yang jernih dari segala bentuk polusi perdebatan, pertikaian dan ketika kaum muslimin sudah tidak lagi terlibat alam peperangan, mereka senantiasa berbicara dan berpikir mengikuti arus perselisihan di kalangan umat sesuai dengan pola berpikir mereka, sehingga timbul perbedaan pemikiran serta pendapat yang beraneka ragam.
- Perselisihan diantara mereka dalam masalah-masalah politik telah membawa mereka ke arah perselisihan dalam persoalan agama, sehingga golongan yang telah ada menjelma menjadi partai keagamaan, dan masing-masig firkah (partai) mempunyai pandangan yang berbeda-beda antara yang satu dan lainnya. Akhirnya timbullah firkah-firkah semacam Syiah, Murjiah, Khawarij dsb.
Sedangkan
sebab-sebab yang berasal dari luar adalah :
1.
Banyaknya
orang-orang yang masuk Islam setelah Fathu Makkah, yang sebelum itu mereka telah memeluk agama yang
berbeda-beda,seperti Yahudi, Nasrani, Majusi dsb. Disana mereka banyak menampakkan pemikiran-pemikiran yang bersumber dari
ajaran agama mereka yang lama dalam baju agama mereka yag baru.
2. Firkah-firkah islamiah golongan pertama, terutama golongan Mu’tazilah tujuan utamanya
untuk mempertahankan agama dan memberantas orang-orang yang menyimpang dari
ajaran Islam.
Padahal itu negara-negara
Islam sedang
dihadapan kepada berbagai macam pendapat dan agama lain, yang setiap firkah
berusaha untuk mempertahankan pendapatnya sendiri serta menolak pendapat
golongan lain. Sedangkan dari golongan Yahudi dan Nasrani mempergunakan filsafat sebagai senjatannya. Oleh karena itu golongan Mu’tazilah segera
mempelajari dan memahami ilmu filsafat guna mempersenjatai diri dalam
menghadapi mereka sekaligus untuk mempertahankan senjata yang sama.
3. Kebutuhan para Ulama
mutakalimin akan filsafat memaksa mereka harus banyak mempelajari filsafat Yunani
dan ilmu mantik, serta bagaimana cara berbicara tentang filsafat dan bagaimana
pula cara membantah untuk menakhlukkannya.
2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Kalam
Semenjak timbulnya atau kemunculannya, ilmu kalam
terus bertumbuh dan berkembang hingga saat ini. Pertumbuhan dan perkembangan
ini dimulai dari aqidah Islam pada masa Nabi kemudian aqidah Islam pada masa
Sahabat. Berikut penjelasannnya.
4.3.1
Aqidah Islam Pada Masa Nabi
Pada masa Nabi merupakan masa
perjuangan pengembangan dan penanaman serta pemantapan aqidah Islam. Ketika fase Makkah beliau berhadapan dengan dua tantangan internal berupa
pembinaan akidah Islam terhadap para sahabatnya yang telah mengikuti seruan
beliau, dan tantangan eksternal berupa perlawanan kelompok Musyrik Quraisy dan
setelah di Madinah, bertambah dengan tantangan dari ahli kitab, yang terdiri dari
dua kelompok penganut agama Nasrani dan Yahudi.
Terhadap
para sahabatnya yang telah mengikuti seruan beliau, Nabi menanamkan satu corak
ajaran aqidah sebgaimana yang diajarkan sebagai wahyu yaitu mempercayai
ke-Tuhanan YME, ke-Rosulan Muhammad SAW, beserta ajaran yang dibawanya yang
beliau terima lewat wahyu, para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta
kehidupan akhir berupa surga dan neraka beserta prosedurnya, dan keyakinan akan
adanya qadha dan qodar. Para sahabat senantiasa diingatkan oleh Rasullulah SAW
agar tidak memperdebatkan doktrin-doktrin aqidah karena perdebatan akan menimbulkan
perpecahan dan perpecahan penyebab utama kehancuran.
|
Sikap Rasulullah terhadap ahli
kitab ini karena sistem kepercayaan mereka itu bermuara pada tuhan Allah, dan kitab suci
yang mereka pakai pun merupakan ajaran yang berasal dari Tuhan. Sementara terhadap Musyrik Quraisy, Rasulullah SAW
sangat tegas dan keras bahwa kepercayaan mereka itu benar-benar salah dan harus
diperbaiki. Karena sistem kepercayaan itulah, maka Allah melarang umat Islam
menjalin hubungan perkawinan dengan orang-orang musyrik sementara dengan ahli
kitab, Allah memperbolehkannya sejauh mereka itu adalah wanita ahli kitab yang
dipelihara kesuciannya.
4.3.2
Aqidah Islam Pada Masa Sahabat
Sebagaiman pada masa Nabi, masa sahabat khususnya
pada zaman pemerintahan Abu Bakar (11-13 H), dan pemerintahan Umar Bin Khatab (13-23
H) pembahasan aqidah-aqidah belum muncul. Mereka masih merumuskan ajaran aqidah
sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan mereka juga melakukan
pemahaman ayat-ayat dengan apa adanya. Oleh sebab itu selama dua dekade ini,
tidak ada persoalan-persoalan serius yang muncul dalam masalah aqidah.
Akan tetapi
setelah Khalifah Utsman Bin Affan (23-35 H) melakukan perubahan dalam sistem
administrasi pemerintahannya yang lebih cenderung nepotisme (kekeluargaan), Timbul
kekacauan politik yang mencapai klimaks pada masa pemerintahan Ali Bin Abi
Thalib, sehingga terjadi perang saudara dan mengakibatkan umat Islam terpecah
belah. Perpecahan ini menimbulkan munculnya berbagai pemikiran teologi,
sehingga berkembang perdebatan-perdebatan panjang dan menimbulkan berbagai
aliran ilmu kalam.
Dengan
demikian pada masa Nabi dan dua dekade dari masa pemerintahan Khulafa
Ur-Rasyidin , corak aqidah Islam yang dianut mayarakat muslimin saat itu masih
tetap yang diajarkan Rasulullah SAW. Munculnya perdebatan pandangan dan rumusan
pemikiran teologi terjadi di akhir pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, dengan
munculnya aliran Khawarij, yang disusul kemudian Murji’ah, Mu’tazillah dan
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Bila kita memahami persoalan-persoalan ilmu kalam
dengan mendalam, sebaiknya kita terlebih dahulu mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhannya. Faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua
bagian. Faktor dari dalam dan faktor dari luar. Beberapa sebab yang ditimbulkan
dari dalam yaitu :
1.
Al-Qur’an sendiri disamping mengajak untuk mengesankan Allah dan
mempercayai kenabian dan hal-hal lain yang terkait dengannya, juga membahas
golongan-golongan seperti orang kafir Quraisy dan agama-agama yang ada pada
masa Nabi Muhammad SAW (Kristen dan Yahudi) yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan
yang tidak benar.
2.
Pada saat kaum muslimin selesai menakhlukan negeri-negeri baru yang luas
untuk masuk Islam, mereka mulai tenteram dan tenang pikirannya disamping
merekah ruah rezeki.
3.
Penyebab yang ketiga ialah persoalan-persoalan politik. Contoh soal khilafah.
Ketika Rasullulah meninggal dunia beliau tidak mengangkat seorang pengganti
tidak pula menentukan cara pemilihan penggantinya. Karena antara sahabat
Muhajirin dan Anshar terdapat perselisihan masing-masing menginginkan supaya
pengganti Rosul dari pihaknya.
Adapun beberapa faktor dari luar yaitu :
1.
Orang yang masuk Islam yang berrmula beragama Yahudi, Masehi, dll. Bahkan
mereka yang sudah menjadi ulamanya. Setelah mereka tenang dan sudah memegang
teguh agama yang baru yaitu Islam.
2.
Kelompok Islam tertentu, terutama golongan Mu’tazillah yang terkenal sangat
rasional, mengkonsentrasikan perhatiannya untuk penyiaran islam dan mengkonter
alasan-alasan mereka yang memusuhi dan benci terhadap agama Islam.
3.
Sebagai tindak lanjut dari yang kita kaji di atas, para ahli ilmu kalam ingin
mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa
mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan.
2.4 Perbedaan Pendapat yang Mengiringi
Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Kalam
Di dalam ilmu kalam terdapat pembahasan masalah
yang berkenaan dengan perbedaan pendapat dikalangan Ulama, yang sebagian besar
terjadi antara golongan Mu’tazilah dan Ahlus-Sunnah, diantaranya adalah :
2.4.1. Makrifat
1. Pengertian Makrifat
Yang
dimaksud dengan makrifat adalah :
a)
Pemahaman atau pengertian yang mantap, sesuai dengan
kenyataan berdasarkan dalil.
b)
Yang dimaksud dengan makrifat disini adalah kepada Allah SWT, tetapi bukan dzatNya, melainkan
makrifat kepada apa-apa yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah SWT. Sebab akal
manusia takkan dapat menjangkau hakikat dzat Allah
2. Hukum Makrifat
Makrifat kepada masalah-masalah
akidah hukumnya wajib hanya saja bila dikaitkan dengan dalil dan alasan, maka hukum wajib tersebut terbagi menjadi dua
yaitu :
1.
Apabila
bermakrifat berdasarkan dalil secara ijmali (global) maka hukumnya adalah wajib ain.
2.
Apabila
bermakrifat berdasarkan dalil secara tafshili (terperinci), maka hukumnya wajib
kifayah. Para
ulama telah bersepakat, bahwa makrifat hukumnya wajib. Tetapi tentang dasar
yang mewajibkannya, apakah syara (ajaran yang diperoleh dari Rosul) atau akal, dikalangan mereka masih
belum ada kata sepakat.3
|
Adapun
golongan Maturidiah
berpendapat bahwa akal dapat menentukan baik dan buruk pada sebagian amal perbuatan. Kemudian mereka pecah menjadi dua golongan. Tetapi sebagian besar dari
mereka berpendapat bahwa untuk menetapkan baik dan buruk pada sebagian amal
perbuatan itu tidak bisa dari ketetapan hukum Allah (syara), karena tidak ada
taklif (pembebanan kewajiban) atau larangan apapun sebelum ada syara. Dengan
demikian maka paham mereka identik pendapat golongan Asya’irah, sedangkan
firkah (golongan) yang kedua sepaham dengan ajaran Mu’tazilah. Sedangkan
golonagn Mu’tazilah berpendapat bahwa yang menetapkan wajib makrifat itu adalah
akal, dengan alasan sebagai berikut :
1.
Karena akal
sendiri dapat menetapkan baik buruknya sesuatu amal perbuatan. Sebab itu ia
dapat menerima hukum-hukum Allah yang berkaitan dengan baik buruknya amal perbuatan.
2.
Kalau
seandainya akal tidak dapat menentukan wajib makrifat, niscaya para Rosul akan bersikap pasif
dan memberlakukan kerisalahannya, padahal demikian itu tidak benar sebab sebagaimana
telah sama-sama diketahui bahwa setiap nabi aktif menyampaikan dan memberikan
hujjah serta alasan risalah kerosulan kepada kaum dan umatnya. Untuk itu tidaklah benar
bila akal pikiran tidak dapat menetapkan wajib makrifat.4
2.4.2 Taqlid
1. Pengertian Taqlid
Taqlid ialah mengambil (meyakini)
omongan orang lain tanpa mengetahui dalil atau alasannya. Tetapi yang dimaksud ini adalah meyakini secara sungguh-sungguh tentang
akidah-akidah tauhid yang dikemukakan oleh orang yang tidak maksum (bukan Rosul),
tanpa mengetahui dasar atau dalilnya. Orang yang
bersikap demikian disebut Muqallid
2. HukumTaqlid
|
1). Jumhur Ulama kalam dan Mu’tazilah mengatakan bahwa taqlid saja tidak cukup, bahkan
pelakunya dihukumi kafir, dengan alasan bahwa hakikat iman haruslah makrifat baik ia sebagai
bagian dari iman ataupun sebagai syarat sahnya (iman). Sedang
Muqallid (orang yang taqlid) telah kehilangan makrifat, lantaran ia tidak
mengetahui alasan atau dalil, yang berarti pula bahwa ia telah menghilangkan
imam.
2). Ada golongan lain yang berpendapat bertaqlid hukumnya tidak
boleh.
Pengertiannya ialah orang yang berakidah secara taqlid dianggap sudah cukup, tetapi
berdosa. Dengan
kata lain bertaqlid berarti sudah beriman tetapi dalam keadaan berdosa.
3). Ada
juga yang berpendapat bahwa bertaqlid saja sudah cukup. Dengan pengertian
apabila si Muqallid
masih mempunyai kemampuan untuk mencari atau mendapat dalil, maka ia tetap berdosa. Tetapi apabila
ia tidak mampu mencarinya, maka ia tidak berdosa. Alasan dikemukakan oleh kedua golongan tersebut
(kedua dan ketiga ) adalah :
a). Karena nabi menerima
iman seseorang tanpa meminta dalil atau alasan.
b). Demikian dengan halnya apa yang dilakukan oleh para Khulafa
Ur-Rasyidin terhadap para generasi
berikutnya.
4). Di pihak lain ada yang berpendapat bahwa barang siapa yang
bertaqlid kepada Al-Qur’an dan sunnah yang qath’i, maka sahlah imannya. Karena
yang di taqlidkannya itu adalah suatu qath’i (maksum). Tetapi apabila bertaqlid
kepada selain itu, maka batallah imannya, karena yang diikuti tidak dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.
5). Ada juga yang berpendapat bertaqlid saja sudah cukup. Artinya tidak berdosa. Sebab mencari dalil atau alsan yang hanya
merupakan syarat kesempurnaan dan makrifat itu hukumnya sunnah.
6). Ada lagi yang berpendapat bahwa dalam menetapkan atau
melaksanakan akidah islamiah, hanya cukup dengan bertaqlid saja, bahkan justru
menggunakan dalil atau alasan itu hukumnya haram. Pendirian
tersebut diikuti oleh kedua paham (lima dan enam) adalah karena mereka berpandangan
bahwa makrifat hukumnya tidak wajib.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa benih ilmu kalam
sebenarnya telah dimulai pada masa Rosulullah, tapi pertumbuhan dan
perkembangan yang jelas atau real dimulai dari masa sahabat Nabi.
Perbedaan pendapat yang mengiringi pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam
harus disikapi dengan bijak. Jangan sampai perbedaan tersebut membuat prahara
atau saling memusuhi di dalam kehidupan beragama.
3.2
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik, saran, dan masukan yang
sifatnya membangun sangatlah kami harapkan untuk baiknya makalah ini ke
depannya.
Daftar
Pustaka
Kumaidi Dkk. 2012. Modul
Hikmah Aqidah Akhlak, Sragen: CV.Akik pustaka.
Nur,
Ust. H. Abd. Rahim. 1986. Pengantar Ilmu Kalam. Surabaya: CV.Karunia.
Rahman, Roli Abdul., & M. Khamzah. 2009. Menjaga
Aqidah dan Akhlaq. Solo: Tiga
Serangkai.