Sabtu, 18 Oktober 2014

MAKALAH ILMU KALAM: PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN ILMU KALAM



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber keagamaan utama umat Islam yang memberikan petunjuk kepada umat Islam agar menjadi insan yang shaleh dengan kesadaran religius yang tinggi serta memiliki keyakinan yang benar dan murni tentang Tuhan. Al-Qur’an juga membimbing manusia cara yang layak bagaimana berhubungan dengan Tuhan. Dengan demikian para Ulama menciptakan dan mengembangkan sebuah ilmu teologi Islam yang kemudian dikenal dengan ilmu kalam.
Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, ilmu kalam juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari waktu ke waktu. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam tersebut akan dibahas di dalam makalah ini.

1.2  Rumusan Masalah
1.        Bagaimana timbulnya ilmu kalam?
2.        Apa sebab-sebab timbulnya ilmu kalam?
3.        Bagaiman pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam?
4.        Perbedaan pendapat yang mengiringi pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui timbulnya ilmu kalam
2.      Agar mengetahui sebab-sebab timbulnya ilmu kalam
3.      Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam
4.      Mengetahui adanya perbedaan pendapat yang mengiringi pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam

BAB II
 PEMBAHASAN

2.1 Timbulnya Ilmu Kalam
            Pada masa pemerintahan Abassiyah, dimana banyak orang membicarakan tentang akidah yang bermacam-macam, yang tidak tedapat pada masa Nabi ataupun pada masa permulaan sahabat Nabi, sehingga hal itu mnimbulkan banyak permasalahan dan pembahasan yang pada akhirnya melahirkan ilmu baru yang dinamakan ilmu kalam. Ilmu kalam dikenal sebagai ilmu keislaman yang berdiri sendiri, yakni pada masa Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M) dari Bani Abassiyah. Adapun ilmu ini dinamakan ilmu kalam disebabkan antara lain :
1.      Persoalan yang terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan Hijriah ialah apakah kalam Allah (Al-Qur’an) itu qadim atau hadis. Karena itu, keseluruhan ilmu kalam ini dinamai dengan salah satu bagian yang terpenting.
2.      Dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil pikiran yang tampak jelas dalam pembicaraan para Mutakalimin. Mereka jarang mempergunakan dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadis), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan terlebih dahulu berdasarkan dalil-dalil pikiran. 1
2.2 Sebab-Sebab Timbulnya Ilmu Kalam
            Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya ilmu kalam. Diantaranya berasal dari dalam sendiri dan juga sebab-sebab yang berasal dari luar.
Adapun sebab-sebab dari dalam sendiri adalah :
1.     
1. Roli Abdul Rahman dan M. Khamzah, Menjaga Aqidah dan  Akhlaq (Solo: Tiga Serangkai, 2009), hlm. 3.
 
Al-Qur’an disamping dakwahnya memang membawa ke arah tauhid,juga menentang dan meluruskan firkah-firkah serta agama-agama yang telah tersebar sejak masa Nabi. Maka dilakukanlah usaha pendekatan untuk menarik mereka dan memberi pengaruh terhadap ajaran-ajaran yang telah mereka terima sejak lama itu. Dalam hal ini diantara Ulama kaum muslimin dan yang menggunakan metode Qurani ada pula yang menggunakan metode aqli dsb.
Demikianlah cara yang dipergunakan untuk menarik orang-orang yang masih belum menerima akidah tauhid. Dan setiap kali timbul keingkaraan serta kemusyrikan model baru, di kalanan kaum muslimin juga menggunakan cara yang baru pula dalam menghadapi mereka.
  1. Ketika mendekati berakhirnya masa pertama, yaitu masa keimanan yang jernih dari segala bentuk polusi perdebatan, pertikaian dan ketika kaum muslimin sudah tidak lagi terlibat alam peperangan, mereka senantiasa berbicara dan berpikir mengikuti arus perselisihan di kalangan umat sesuai dengan pola berpikir mereka, sehingga timbul perbedaan pemikiran serta pendapat yang beraneka ragam.
  2. Perselisihan diantara mereka dalam masalah-masalah politik telah membawa mereka ke arah perselisihan dalam persoalan agama, sehingga golongan yang telah ada menjelma menjadi partai keagamaan, dan masing-masig firkah (partai) mempunyai pandangan yang berbeda-beda antara yang satu dan lainnya. Akhirnya timbullah firkah-firkah semacam  Syiah, Murjiah, Khawarij dsb.
Sedangkan sebab-sebab yang berasal dari luar adalah :
1.      Banyaknya orang-orang yang masuk Islam setelah Fathu Makkah, yang sebelum itu mereka telah memeluk agama yang berbeda-beda,seperti  Yahudi, Nasrani, Majusi dsb. Disana mereka banyak menampakkan pemikiran-pemikiran yang bersumber dari ajaran agama mereka yang lama dalam baju agama mereka yag baru.
2.      Firkah-firkah islamiah golongan pertama, terutama golongan Mu’tazilah tujuan utamanya untuk mempertahankan agama dan memberantas orang-orang yang menyimpang dari ajaran Islam. Padahal itu negara-negara Islam sedang dihadapan kepada berbagai macam pendapat dan agama lain, yang setiap firkah berusaha untuk mempertahankan pendapatnya sendiri serta menolak pendapat golongan lain. Sedangkan dari golongan Yahudi dan Nasrani mempergunakan filsafat sebagai senjatannya. Oleh karena itu golongan Mu’tazilah segera mempelajari dan memahami ilmu filsafat guna mempersenjatai diri dalam menghadapi mereka sekaligus untuk mempertahankan senjata yang sama.
3.      Kebutuhan para Ulama mutakalimin akan filsafat memaksa mereka harus banyak mempelajari filsafat Yunani dan ilmu mantik, serta bagaimana cara berbicara tentang filsafat dan bagaimana pula cara membantah untuk menakhlukkannya.           
2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Kalam  
Semenjak timbulnya atau kemunculannya, ilmu kalam terus bertumbuh dan berkembang hingga saat ini. Pertumbuhan dan perkembangan ini dimulai dari aqidah Islam pada masa Nabi kemudian aqidah Islam pada masa Sahabat. Berikut penjelasannnya.
4.3.1        Aqidah Islam Pada Masa Nabi
          Pada masa Nabi merupakan masa perjuangan pengembangan dan penanaman serta pemantapan aqidah Islam. Ketika fase Makkah beliau berhadapan dengan dua tantangan internal berupa pembinaan akidah Islam terhadap para sahabatnya yang telah mengikuti seruan beliau, dan tantangan eksternal berupa perlawanan kelompok Musyrik Quraisy dan setelah di Madinah, bertambah dengan tantangan dari ahli kitab, yang terdiri dari dua kelompok penganut agama Nasrani dan Yahudi.
     Terhadap para sahabatnya yang telah mengikuti seruan beliau, Nabi menanamkan satu corak ajaran aqidah sebgaimana yang diajarkan sebagai wahyu yaitu mempercayai ke-Tuhanan YME, ke-Rosulan Muhammad SAW, beserta ajaran yang dibawanya yang beliau terima lewat wahyu, para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta kehidupan akhir berupa surga dan neraka beserta prosedurnya, dan keyakinan akan adanya qadha dan qodar. Para sahabat senantiasa diingatkan oleh Rasullulah SAW agar tidak memperdebatkan doktrin-doktrin aqidah karena perdebatan akan menimbulkan perpecahan dan perpecahan penyebab utama kehancuran.
2. Kumaidi dkk, Modul Hikmah (Sragen: CV. Akik Pustaka, 2012), hlm. 10.
 
Maka corak aqidah berkembang di masa Nabi berupa pelaksanaan norma-norma monopolitik yaitu hanya satu bentuk ajaran tanpa perbedaan dan persanggahan dari para sahabat. Mereka datang kepada Nabi bukan untuk memperdebatkan ajaran yang dibawanya tetapi menanyakan pesoalan-persoalan yang belum mereka pahami dari ajaran yang diterimanya dari Rasulullah. Sedangkan terhadap ahli kitab beliau mengajarkan kepada para sahabatnya bersikap netral, tidak membenarkan dan janganlah pula menyalahkan mereka.2
     Sikap Rasulullah terhadap ahli kitab ini karena sistem kepercayaan mereka itu bermuara pada tuhan Allah, dan kitab suci yang mereka pakai pun merupakan ajaran yang berasal dari Tuhan. Sementara terhadap Musyrik Quraisy, Rasulullah SAW sangat tegas dan keras bahwa kepercayaan mereka itu benar-benar salah dan harus diperbaiki. Karena sistem kepercayaan itulah, maka Allah melarang umat Islam menjalin hubungan perkawinan dengan orang-orang musyrik sementara dengan ahli kitab, Allah memperbolehkannya sejauh mereka itu adalah wanita ahli kitab yang dipelihara kesuciannya.
4.3.2        Aqidah Islam Pada Masa Sahabat
Sebagaiman pada masa Nabi, masa sahabat khususnya pada zaman pemerintahan Abu Bakar (11-13 H), dan pemerintahan Umar Bin Khatab (13-23 H) pembahasan aqidah-aqidah belum muncul. Mereka masih merumuskan ajaran aqidah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan mereka juga melakukan pemahaman ayat-ayat dengan apa adanya. Oleh sebab itu selama dua dekade ini, tidak ada persoalan-persoalan serius yang muncul dalam masalah aqidah.
Akan tetapi setelah Khalifah Utsman Bin Affan (23-35 H) melakukan perubahan dalam sistem administrasi pemerintahannya yang lebih cenderung nepotisme (kekeluargaan), Timbul kekacauan politik yang mencapai klimaks pada masa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, sehingga terjadi perang saudara dan mengakibatkan umat Islam terpecah belah. Perpecahan ini menimbulkan munculnya berbagai pemikiran teologi, sehingga berkembang perdebatan-perdebatan panjang dan menimbulkan berbagai aliran ilmu kalam.
Dengan demikian pada masa Nabi dan dua dekade dari masa pemerintahan Khulafa Ur-Rasyidin , corak aqidah Islam yang dianut mayarakat muslimin saat itu masih tetap yang diajarkan Rasulullah SAW. Munculnya perdebatan pandangan dan rumusan pemikiran teologi terjadi di akhir pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, dengan munculnya aliran Khawarij, yang disusul kemudian Murji’ah, Mu’tazillah dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Bila kita memahami persoalan-persoalan ilmu kalam dengan mendalam, sebaiknya kita terlebih dahulu mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua bagian. Faktor dari dalam dan faktor dari luar. Beberapa sebab yang ditimbulkan dari dalam yaitu :
1.    Al-Qur’an sendiri disamping mengajak untuk mengesankan Allah dan mempercayai kenabian dan hal-hal lain yang terkait dengannya, juga membahas golongan-golongan seperti orang kafir Quraisy dan agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW (Kristen dan Yahudi) yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar.
2.    Pada saat kaum muslimin selesai menakhlukan negeri-negeri baru yang luas untuk masuk Islam, mereka mulai tenteram dan tenang pikirannya disamping merekah ruah rezeki.
3.    Penyebab yang ketiga ialah persoalan-persoalan politik. Contoh soal khilafah. Ketika Rasullulah meninggal dunia beliau tidak mengangkat seorang pengganti tidak pula menentukan cara pemilihan penggantinya. Karena antara sahabat Muhajirin dan Anshar terdapat perselisihan masing-masing menginginkan supaya pengganti Rosul dari pihaknya.
Adapun beberapa faktor dari luar yaitu :
1.    Orang yang masuk Islam yang berrmula beragama Yahudi, Masehi, dll. Bahkan mereka yang sudah menjadi ulamanya. Setelah mereka tenang dan sudah memegang teguh agama yang baru yaitu Islam.
2.    Kelompok Islam tertentu, terutama golongan Mu’tazillah yang terkenal sangat rasional, mengkonsentrasikan perhatiannya untuk penyiaran islam dan mengkonter alasan-alasan mereka yang memusuhi dan benci terhadap agama Islam.
3.    Sebagai tindak lanjut dari yang kita kaji di atas, para ahli ilmu kalam ingin mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan.

2.4  Perbedaan Pendapat yang Mengiringi Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Kalam
            Di dalam ilmu kalam terdapat pembahasan masalah yang berkenaan dengan perbedaan pendapat dikalangan Ulama, yang sebagian besar terjadi antara golongan Mu’tazilah dan Ahlus-Sunnah, diantaranya adalah :
 2.4.1. Makrifat
      1.  Pengertian Makrifat
     Yang dimaksud dengan makrifat adalah :
a)      Pemahaman atau pengertian yang mantap, sesuai dengan kenyataan berdasarkan dalil.
b)      Yang dimaksud dengan makrifat disini adalah kepada Allah SWT, tetapi bukan dzatNya, melainkan makrifat kepada apa-apa yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah SWT. Sebab akal manusia takkan dapat menjangkau hakikat dzat Allah
2.  Hukum Makrifat
Makrifat kepada masalah-masalah akidah hukumnya wajib hanya saja bila dikaitkan dengan dalil dan alasan, maka hukum wajib tersebut terbagi menjadi dua yaitu :
1.      Apabila bermakrifat berdasarkan dalil secara ijmali (global) maka hukumnya adalah wajib ain.
2.      Apabila bermakrifat berdasarkan dalil secara tafshili (terperinci), maka hukumnya wajib kifayah.  Para ulama telah bersepakat, bahwa makrifat hukumnya wajib. Tetapi tentang dasar yang mewajibkannya, apakah syara (ajaran yang diperoleh dari Rosul) atau akal, dikalangan mereka masih belum ada kata sepakat.3
3. Ust. H. Abd. Rahim Nur, Pengantar Ilmu Kalam, (Surabaya: CV.Karunia,1986), hlm. 37.

 
Golongan Asya’irah berpendapat bahwa yang mewajibkan makrifat itu adalah syara. Sebab menurut mereka akal tidak dapat mencapai kebaikan dan keburukan dalam amal perbuatan, serta tidak dapat menetapkan hukum Allah pada sesuatu.
Adapun golongan Maturidiah berpendapat bahwa akal dapat menentukan baik dan buruk pada sebagian amal perbuatan. Kemudian mereka pecah menjadi dua golongan. Tetapi sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa untuk menetapkan baik dan buruk pada sebagian amal perbuatan itu tidak bisa dari ketetapan hukum Allah (syara), karena tidak ada taklif (pembebanan kewajiban) atau larangan apapun sebelum ada syara. Dengan demikian maka paham mereka identik pendapat golongan Asya’irah, sedangkan firkah (golongan) yang kedua sepaham dengan ajaran Mu’tazilah. Sedangkan golonagn Mu’tazilah berpendapat bahwa yang menetapkan wajib makrifat itu adalah akal, dengan alasan sebagai berikut :
1.        Karena akal sendiri dapat menetapkan baik buruknya sesuatu amal perbuatan. Sebab itu ia dapat menerima hukum-hukum Allah yang berkaitan dengan baik buruknya amal perbuatan.
2.        Kalau seandainya akal tidak dapat menentukan wajib makrifat, niscaya para Rosul akan bersikap pasif dan memberlakukan kerisalahannya, padahal demikian itu tidak benar sebab sebagaimana telah sama-sama diketahui bahwa setiap nabi aktif menyampaikan dan memberikan hujjah serta alasan risalah kerosulan kepada kaum dan umatnya. Untuk itu tidaklah benar bila akal pikiran tidak dapat menetapkan wajib makrifat.4
2.4.2 Taqlid
1. Pengertian Taqlid
        Taqlid ialah mengambil (meyakini) omongan orang lain tanpa mengetahui dalil atau alasannya. Tetapi yang dimaksud ini adalah meyakini secara sungguh-sungguh tentang akidah-akidah tauhid yang dikemukakan oleh orang yang tidak maksum (bukan Rosul), tanpa mengetahui dasar atau dalilnya. Orang yang bersikap demikian disebut Muqallid
2. HukumTaqlid
4. Ibid., hlm. 38
 
Dalam hukum taqlid para Ulama ahli kalam berbeda pendapat. Dalam hal ini ada enam ketetapan yaitu :
1). Jumhur Ulama kalam dan Mu’tazilah mengatakan bahwa taqlid saja tidak cukup, bahkan pelakunya dihukumi kafir, dengan alasan bahwa hakikat iman haruslah makrifat baik ia sebagai bagian dari iman ataupun sebagai syarat sahnya (iman). Sedang Muqallid (orang yang taqlid) telah kehilangan makrifat, lantaran ia tidak mengetahui alasan atau dalil, yang berarti pula bahwa ia telah menghilangkan imam.
2). Ada golongan lain yang berpendapat bertaqlid hukumnya tidak boleh. Pengertiannya ialah orang yang berakidah secara taqlid dianggap sudah cukup, tetapi berdosa. Dengan kata lain bertaqlid berarti sudah beriman tetapi dalam keadaan berdosa.
3). Ada juga yang berpendapat bahwa bertaqlid saja sudah cukup. Dengan pengertian apabila si Muqallid masih mempunyai kemampuan untuk mencari atau mendapat dalil, maka ia tetap berdosa. Tetapi apabila ia tidak mampu mencarinya, maka ia tidak berdosa. Alasan dikemukakan oleh kedua golongan tersebut (kedua dan ketiga ) adalah :
      a). Karena nabi menerima iman seseorang tanpa meminta dalil atau alasan.
b). Demikian dengan halnya apa yang dilakukan oleh para Khulafa Ur-Rasyidin  terhadap para generasi berikutnya.
4). Di pihak lain ada yang berpendapat bahwa barang siapa yang bertaqlid kepada Al-Qur’an dan sunnah yang qath’i, maka sahlah imannya. Karena yang di taqlidkannya itu adalah suatu qath’i (maksum). Tetapi apabila bertaqlid kepada selain itu, maka batallah imannya, karena yang diikuti tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
5). Ada juga yang berpendapat bertaqlid saja sudah cukup. Artinya tidak berdosa. Sebab mencari dalil atau alsan yang hanya merupakan syarat kesempurnaan dan makrifat itu hukumnya sunnah.
6). Ada lagi yang berpendapat bahwa dalam menetapkan atau melaksanakan akidah islamiah, hanya cukup dengan bertaqlid saja, bahkan justru menggunakan dalil atau alasan itu hukumnya haram. Pendirian tersebut diikuti oleh kedua paham (lima dan enam) adalah karena mereka berpandangan bahwa makrifat hukumnya tidak wajib.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
              Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa benih ilmu kalam sebenarnya telah dimulai pada masa Rosulullah, tapi pertumbuhan dan perkembangan yang jelas atau real dimulai dari masa sahabat Nabi. Perbedaan pendapat yang mengiringi pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam harus disikapi dengan bijak. Jangan sampai perbedaan tersebut membuat prahara atau saling memusuhi di dalam kehidupan beragama.

3.2 Saran
                     Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik, saran, dan masukan yang sifatnya membangun sangatlah kami harapkan untuk baiknya makalah ini ke depannya.
             
                                


Daftar Pustaka

Kumaidi Dkk. 2012. Modul Hikmah Aqidah Akhlak, Sragen: CV.Akik pustaka.

Nur, Ust. H. Abd. Rahim. 1986. Pengantar Ilmu Kalam. Surabaya: CV.Karunia.

Rahman, Roli Abdul., & M. Khamzah. 2009. Menjaga Aqidah dan  Akhlaq. Solo: Tiga Serangkai.